Siapa bilang menikah itu sulit? Menikah itu sangat sulitttt... Namun, justru kesulitan itu akan menjadi indah ketika bisa mengahadapinya dengan ikhlas dan bahagia.
Pertama kali saya bertemu suami di bulan Juli 2016, kami belum saling kenal apalagi saling suka. Saya bekerja di kota S, dan suami saya bekerja di kota R. Namun kantor kami mempunyai kantor pusat yang sama di kota Pekanbaru. Kami dikenalkan oleh salah seorang teman satu kantornya, yang kebetulan adalah teman saya juga.
Singkat cerita, saya mulai mengenalnya, dan kami memutuskan untuk menikah. Namun, tidak semudah itu, seperti kebanyakan orang bilang, ketika akan menikah kita bukan hanya menyatukan dua orang yang berbeda, tapi menyatukan dua keluarga yang berbeda, dan pastinya pemikiran yang berbeda.
Keluarga saya dan keluarganya sempat berselisih paham mengenai bulan, tanggal dan tempat pernikahan, dan sampai pada titik kami tidak menemukan kata sepakat. Dan jujur pada saat itupun saya menyerah. Mungkin bukan jodoh saya. Tapi Allah SWT berkehendak lain, dia tetap bertekad menikahi saya. Dan kami mengadakan acara lamaran di bulan Oktober 2016 dan menikah di bulan Desember 2016. Waktu yang cukup singkat bukan?
Setelah menikah, saya punya waktu satu bulan untuk bersamanya, karena mendapatkan cuti dari kantor. Namun, hambatan bukannya makin reda, tapi makin banyak, dan bermacam-macam bentuknya.
Setelah menikah, saya punya waktu satu bulan untuk bersamanya, karena mendapatkan cuti dari kantor. Namun, hambatan bukannya makin reda, tapi makin banyak, dan bermacam-macam bentuknya.
Saya adalah anak tunggal, sehingga orangtua saya merasa takut kehilangan saya sebagai anak mereka. Suami saya juga punya keluarga yang lumayan bergantung kepadanya, merekapun merasa takut tidak bisa lagi berhubungan dengan suami saya setelah menikah. Hal-hal seperti ini yang menjadi sedikit pikiran pertama kali buat saya. Namun suami saya meyakinkan bahwa seiringnya waktu mereka akan mengerti. Dan saya melihat ke arah suami saya, sambil berpikir, "Ternyata inilah orang yang akan menemani saya seumur hidup saya." Insya Allah... Amin...
Setelah sebulan, kami kembali kepada rutinitas semula, yaitu kerja kantoran di kota yang berbeda. Kami menjalani LDR, ya Long Distance Relationship alias Hubungan Jarak Jauh. Ini hal sulit berikutnya yang saya rasakan.
Pertama, sebelum menikah, kami tidak pacaran, dan belum kenal cukup lama, jadi, waktu bersama suami terasa sangat kurang, karena hanya bertemu satu atau dua minggu sekali.
Yang kedua, setelah menikah, saya baru mengetahui kalau suami saya adalah orang yang sangat cuek. Apalagi kalau sudah banyak kerjaan, akan sulit buatnya untuk menelepon atau sekedar menanyakan kabar. Meskipun setiap saya meneleponnya, dia selalu mengangkat telepon. Awalnya terasa sulit, dan saya banyak ngambek, namun lama kelamaan saya mulai terbiasa, dan mulai mengerti posisinya dalam pekerjaan.
Sepulang kerja, waktu malam itulah kami manfaatkan sebanyak-banyaknya untuk mengobrol apapun tentang pekerjaan, rencana ke depan, ataupun tentang kejadian yang terjadi pada hari itu dan ataupun membicarakan kucing kesayangannya yang selalu menemaninya dirumah ketika saya jauh di kota lain. Suami saya adalah sahabat saya, dimana semua masalah saya akan saya tumpahkan kepadanya dengan berapi-api, dan dia akan memberikan solusi yang tenang dan menyejukkan.
Terkadang ada perasaan sangat ingin pindah ke kota dimana suami berada. Karena saya merasa kurang banyak waktu yang saya habiskan dengan suami saya. Dan saya merasa kurang bisa mengurusinya dengan sangat baik. Namun, untuk hal ini, kami masih harus bersabar, karena ini tidak mudah.
Sejauh ini yang saya bisa lakukan hanya mengingatkannya untuk Sholat lima waktu, terutama Sholat Shubuh, suami saya adalah orang yang sangat sulit untuk bangun pagi. Pernah sekali waktu, saya harus menelepon tetangganya untuk membangunkannya karena saya telepon berkali-kali dia tidak kunjung mengangkat telepon, saya sudah berpikir yang aneh-aneh. Tapi ternyata dia hanya ketiduran. Hahaha... itulah suamiku. Sejak itulah, saya mulai cerewet kalau malam-malam dia pulang telat ke rumah. Karena kalau pulang telat, pasti tidurnya jadi kemalaman, dan paginya akan sulit untuk dibangunkan. Namun, saya merasa, momen-momen seperti inilah yang saya suka, saya merasa jadi istri, teman, maupun pacar bagi suami saya.
Di saat kami bersama, sebisa mungkin saya memasakan masakan kesukaannya, ikan asin... Saat seperti inipun sangat saya sukai, karena ketika makan ikan asin, suami saya akan makan banyak sekali. Meskipun bukan orang yang suka memuji, dengan melihatnya makan, saya sudah tau bahwa dia menyukainya. Hehehe...
Suami saya orang yang cuek tapi juga jahil. Meskipun sedikit kesel kalau melihatnya jahil dan pastinya akan saya balas juga dengan kejahilan. Dan kami akan tertawa bersama pada akhirnya.
So, teman-teman menikahlah, jangan pikirkan sulitnya, tapi pikirkanlah betapa indahnya berbagi apapun dengan orang yang kita sayangi. Yang belum menikah ikhtiar terus, saya selalu mendoakan teman-teman saya segera menemukan pasangan yang baik. Dan yang sudah menikah, syukurilah, menikah adalah takdir yang baik dari Allah SWT. Bagaimanapun pasanganmu, jika kita ikhlas, dan meminta hanya kepada Allah SWT, dan menyerahkan segala urusan setelahnya juga hanya kepada Allah SWT, maka kita akan menemukan keluarga Sakinah, Mawaddah, Warahmah.
RS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar